Sabtu, 01 Agustus 2015

Pendapat Para Ahli Mengenai Asuransi, Anda Menganut yang Mana?



Image result for asuransi jiwa haram atau halal para ahli     Pengertian asuransi adalah sebuah akad yang menyertakan perusahaan asuransi untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya sejumlah harta tertentu sebagai konsekuensi dari pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, Gaji atau ganti rugi barang dalam bentuk apapun ketika terjadibencana maupun kecelakaan atau terbuktinya sebuah bahaya sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), sebagai imbalan uang (premi) yang dibayarkan secara rutin dan berkala atau secara kontan dari klien/nasabah tersebut kepada perusahaan asuransi di saat hidupnya.

ASURANSI KONVENSIONAL
Karakteristik Asuransi konvensional Ada beberapa ciri yang dimiliki asuransi konvensional, diantaranya adalah:
  • Akad asurab si konvensianal adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua balah pihak, pihak penanggung dengan pihak tertanggung. Kedua kewajiban ini adalah mewajibkan tertanggung menbayar primi-premi asuransi dan kewajiban penanggung membayar uang asuransi jika terjadi perietiwa yang diasuransikan.
  • Akad asuransi ini adalah akad mu’awadhah, sebuah akad yang didalamnya kedua orang yang berakad bisa mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya.
  • Akad asuransi ini disebut akad gharar karena masing-masing dari kedua belah pihak penanggung dan tertanggung pada eaktu melangsungkan akad tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil.
  • Akad asuransi ini adalah akad idz’an (penundukan) pihak yang kuat adalah perusahan asuransi karena dialah yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki tertanggung,
ASURANSI DALAM ISLAM
Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakat di Indonesia dan diperkirakan ummat Islam sudah banyak terlibat di dalamnya, maka permasalahan tersebut perlu juga ditinjau dari sudut pandang agama Islam.

Karakteristik asuransi syari’ah Asuransi syariah memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah Sbb:
  • Akad bersifat tabarru’ artinya sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Jika tidak tabarru’, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah kentungan hasil mudhorobah bukan riba.
  • Akad asuransi ini bukanlah akad mulzim (atau perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangannya bukan bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama’ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).
  • Dalam asuransi syari’ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena keputusan-keputusab dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam asuransi takaful.
  • Akad asuransi syari’ah bersih dari gharar juga riba.
  • Asuransi syariah berprinsip kekeluargaan.
PENDAPAT PARA AHLI
1. Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti Mesir”). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:
  • Asuransi sama dengan judi
  • Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
  • Asuransi mengandung unsur riba/renten.
  • Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi.
  • Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
  • Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
  • Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.
2. Pandangan yang menyatakan bahwa asuransi hukumnya halal atau diperbolehkan  dalam Islam. Pandangan kedua ini dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf, Mustafa Amal Zarqa ( Guru Besar Hukum Islam pada Fakultas Syariah, Universitas Syiria), Muhammad Yusuf Musa (Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Kairo Mesir) Muhammad Nejatullah Siddiqi, dan Abdurrahman Isa. Adapun beberapa alasan mereka antara lain:
o   tidak ada nash al-Qur’an dan sunnah yang secara jelas dan tegas melarang kegiatan asuransi
o   ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak baik penanggung maupun tertanggung.
o   Saling menguntungkan kedua belah pihak.
o   Asuransi dapat berguna bagi kepentingan umum, sebab premi yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan. Atau dengan kata lain kemaslahatan dari usaha asuransi lebih besar daripada mhudharatnya.
o   Asuransi dikelola berdasar akad (mudharobah) bagi hasil.
o   Asuransi termasuk kategori koperasi.
o   Asuransi dianalogikan (diqiyaskan) dengan dana pensiun seperti Taspen.

  1. Pandangan yang menyatakan bahwa asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan.
a. Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa (Guru Besar Universitas Kairo).
Yusuf Musa menyatakan bahwa asuransi bagaimanapun bentuknya merupakan koperasi yang menguntungkan masyarakat. Asuransi jiwa menguntungkan nasabah sebagaimana halnya menguntungkan perusahaan yang mengelola asuransi. Ia mengemukakan pandangan bahwa sepanjang dilakukan bersih dari riba, maka asuransi hukumnya boleh. Dengan pengertian, apabila nasabah masih hidup menurut jangka waktu yang ditentukan dalam polis, maka dia meminta pembayaran kembali, hanya sebesar premi yang pernah dibayarkan, tanpa ada tambahan. Tetapi manakala sang nasabah meninggal sebelum batas akhir penyetoran premi, maka ahli warisnya berhak menerima nilai asuransi, sesuai yang tercantum dalam polis, dan ini halal menurut ukuran syara’.
b.     Wakil Rektor Universitas Al-Azhar Mesir.
Dalam kitabnya Nidlomut Ta’min fi Hadighi Akkamil Islam wa Dlarurotil Mujtamil Mu’ashir, ia berpendapat bahwa asuransi itu hukumnya halal karena beberapa sebab.
1. Asuransi merupakan suatu usaha yang bersifat tolong-menolong.
2. Asuransi mirip dengan akad mudharabah dan untuk mengembangkan harta benda.
3. Asuransi tidak mengandung unsur riba.
4. Asuransi tidak mengandung tipu daya.
5. Asuransi tidak mengurangi tawakal kepada Allah swt.
6. Asuransi suatu usaha untuk menjamin anggotanya yang jatuh melarat karena suatu musibah.
7. Asuransi memperluas lapangan kerja baru.
  1. Pandangan yang menyatakan bahwa asuransi adalah subhat karena alasannya adalah karena tidak ada dalil yang menyatakan secara tegas bahwa asuransi adalah haram begitu pula juga tidak ada dalil yang membolehkan asuransi. Demikian maka, dalam Islam apabila berhadapan dengan hukum yang sifatnya subhat adalah lebih baik ditinggalkan.
5.      Pendapat Ormas Islam Tentang Asuransi
Nahdhatul Ulama memutuskan bahwa asuransi jiwa hukumnya haram kecuali memenuhi syarat-syarat berikut:
1.      Asuransi tersebut harus mengandung tabungan (saving).
2.      Peserta yang ikut program asuransi harus berniat menabung.
3.      Pihak perusahaan asuransi menginvestasikan dana peserta dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat Islam ( bebas dari gharar, maisir dan riba)
4.      Apabila peserta mengundurkan diri sebelum jatuh tempo dana yang telah dibayarkan kepada pihak asuransi tidak hangus.
Jika suatu ketika pihak tertanggung terpaksa tidak dapat membayar uang premi maka:
1.      Uang premi tersebut menjadi utang yang dapat diangsur oleh pihak tertanggung.
2.      Hubungan antara pihak tertanggung dan pihak penanggung tidak terputus
3.      Uang tabungan milik tertanggung tidak hangus.
4.      Apabila sebelum jatuh tempo tertanggung meninggal dunia, ahli warisnya berhak mengambil sejumlah uang simpananya.
Untuk asuransi kerugian hal itu diperbolehkan hanya dengan ketentuan sebagai berikut:
1.      Apabila asuransi kerugian tersebut merupakan persyaratan bagi objek-objek yang menjadi agunan bank.
2.      Apabila asuransi kerugian tersebut tidak dapat dihindari karena terkait dengan ketentuan-ketentuan pemerintah, seperti asuransi untuk barang-barang ekspor dan impor.
Lain halnya dengan asuransi social NU memperbolehkannya dengan ketentuan sebagai berikut:
1.      Asuransi social tidak termasuk akad muawadhah, tetapi akad syirkah ta’awwunyah.
2.      Diselenggarakan oleh pemerintah sehingga kalau ada kerugian ditanggung oleh pemerintah dan jika ada keuntungan, dikembalikan untuk kepentingan masyarakat.
Tidak jauh berbeda dengan NU pada Muktamar Tarjir Muhammadiyah di Malang tahun 1989, Muhammadiyah memutuskan mengharamkan asuransi karena mengandung unsure gharar, maisir dan riba, kecuali yang diselenggarakan oleh pemerintah  seperti Taspen, Astek, Jasa  Raharja, dan Perum Asabri. Karena banyak mengandung maslahat jadi asuransi-asuransi ini diperbolehkan. Ormas lain yang menetepkan fatwa tentang asuransi adalah Persis atau Persatuan Islam yang didirikan oleh A. Hasan, Bandung yaitu sebagai berikut:
1.      Semua asuransi konvensional yang ada saat ini mengandung unsure gharar, maisir dan riba.
2.      Sedangkan gharar, maisir dan riba hukumnya haram.
3.   Adapun takaful dapat dijadikan alternative dengan catatn bahwa takaful masih harus berusaha menyempurnakan apa yang telah ada.
Pendapat ketiga organisasi masa islam tersebut menuju pada praktik asuransi syariah (takaful) karena hanya system asuransi syariah yang memiliki system operasional seperi yang disyaratkan oleh keputusan organisasi kemasyarakatan islam diatas.