Setelah sekian pekan bergumamnya BPJS terkait riba yang menjadikan MUI menyatakan keharamannya. Akhirnya menemukan titik terang usai
pertemuan antara BPJS Kesehatan, Majelis Ulama Indonesia (MUI),
pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional
(DJSN) hari ini, Selasa (4/8). Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan terkait BPJS berprinsip syariah.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyatakan bahwa poin utama
diskusi tim teknis adalah mengenai program BPJS Kesehatan sesuai prinsip
syariah. Namun, target selesainya pembahasan akan kembali
pada peraturan yang sudah ada, apakah melalui keputusan dewan
direksi dan dewan pengawas BPJS Kesehatan saja, atau sampai harus
mengubah peraturan yang lebih tinggi seperti peraturan pemerintah atau
peraturan presiden.
Fachmi mengatakan terwujudnya program BPJS Syariah akan tergantung
dari kerjasama tim yang terdiri dari BPJS, MUI, Kementerian Keuangan,
Kementerian Kesehatan, DJSN dan OJK. “Tentu kita akan bicara. Saya tidak
akan mendahului tim soal itu. Namun, prinsip kita sederhana kalau upaya
untuk memfasilitasi jaminan kesehatan nasional syariah cukup
disesuaikan dengan peraturan BPJS Kesehatan dan tidak melanggar aturan
di atasnya, itu akan cepat. Tapi kalau terbentur dengan PP dan Perpres
tentu butuh waktu lama. Kami akan membuat jadwal apa yang mesti
diputuskan secepatnya dan yang membutuhkan kajian mendalam,” ujar
Fachmi, Selasa (4/8).
Dari hasil rekomendasi Ijtima MUI, Fachmi berargumen masukan
tersebut lebih mengarah pada pengelolaan dan program BPJS yang dinilai
belum memenuhi prinsip syariah. Oleh karena itu, jika ada dalam pasal UU
yang menjadi landasan hukum tak mengakomodir program BPJS Syariah, tim
pun akan langsung menindaklanjutinya.
“Kalau dari kacamata kami itu ingin mempercepat proses. Kalau bisa
diselesaikan dalam keputusan dewan direksi dan pengawas, maka akan cepat
prosesnya. Kalau bisa ditindaklanjuti dalam peraturan BPJS, maka akan
segera diselesaikan Namun, kalau tidak memungkinkan untuk diambil di
dewan direksi dan pengawas, jadi harus revisi PP atau Perpres tentu itu
membutuhkan waktu,” jelas Fachmi.