Selasa, 04 Agustus 2015

Hasilnya Adalah BPJS Syariah

Setelah sekian pekan bergumamnya BPJS terkait riba yang menjadikan MUI menyatakan keharamannya. Akhirnya menemukan titik terang usai pertemuan antara BPJS Kesehatan, Majelis Ulama Indonesia (MUI), pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) hari ini, Selasa (4/8). Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan terkait BPJS berprinsip syariah.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyatakan bahwa poin utama diskusi tim teknis adalah mengenai program BPJS Kesehatan sesuai prinsip syariah. Namun, target selesainya pembahasan akan kembali  pada peraturan yang sudah ada, apakah  melalui keputusan dewan direksi dan dewan pengawas BPJS Kesehatan saja, atau sampai harus mengubah peraturan yang lebih tinggi seperti peraturan pemerintah atau peraturan presiden. 
Fachmi mengatakan terwujudnya program BPJS Syariah akan tergantung dari kerjasama tim yang terdiri dari BPJS, MUI, Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, DJSN dan OJK. “Tentu kita akan bicara. Saya tidak akan mendahului tim soal itu. Namun, prinsip kita sederhana kalau upaya untuk memfasilitasi jaminan kesehatan nasional syariah cukup disesuaikan dengan peraturan BPJS Kesehatan dan tidak melanggar aturan di atasnya, itu akan cepat. Tapi kalau terbentur dengan PP dan Perpres tentu butuh waktu lama. Kami akan membuat jadwal apa yang mesti diputuskan secepatnya dan yang membutuhkan kajian mendalam,” ujar Fachmi, Selasa (4/8).
Dari hasil rekomendasi Ijtima MUI, Fachmi berargumen masukan tersebut lebih mengarah pada pengelolaan dan program BPJS yang dinilai belum memenuhi prinsip syariah. Oleh karena itu, jika ada dalam pasal UU yang menjadi landasan hukum tak mengakomodir program BPJS Syariah, tim pun akan langsung menindaklanjutinya. 
“Kalau dari kacamata kami itu ingin mempercepat proses. Kalau bisa diselesaikan dalam keputusan dewan direksi dan pengawas, maka akan cepat prosesnya. Kalau bisa ditindaklanjuti dalam peraturan BPJS, maka akan segera diselesaikan Namun, kalau tidak memungkinkan untuk diambil di dewan direksi dan pengawas, jadi harus revisi PP atau Perpres tentu itu membutuhkan waktu,” jelas Fachmi.