Selasa, 28 Juli 2015

Apa Kabar Asuransi Syariah Indonesia?

Menurut Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) – Adi Pramana merasa optimistis, industri asuransi syariah di tanah air akan tumbuh di atas angka 30% pada tahun 2015 ini, seperti pertumbuhan beberapa tahun terakhir.
Presiden Direktur PT Sun Life Financial Indonesia (Sun Life), Bert Paterson; Presiden Sun Life Financial Asia, Kevin Strain; Head of Shariah Sun Life, Srikandi Utami dan Head of Marketing Sun Life, Shierly Ge saat memberikan keterangan pers.   “Kalau kita selalu optimis. Kita inginnya tumbuh di atas 30%. Hanya saja jika melihat angka di tahun 2014, mungkin tidak sebesar di tahun-tahun sebelumnya yang pernah mencapai 38%. Tapi dengan komitmen regulasi dari pemerintah yang kondusif, saya rasa masih akan bagus di 2015,” demikian ujar Adi Pramana kepada MySharing di sela-sela acara Pelantikan dan Rapat Kerja Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) di Kantor Pusat Bank Bukopin Jakarta, pada Selasa (17/2).
Menurut Adi Pramana, pada tahun 2015, para pelaku industri asuransi syariah akan berkonsentrasi di jalur distribusi yang agak berbeda, jadi tidak hanya terfokus pada kalangan yang mempunyai keuangan memadai. “Seperti asuransi mikro sudah ada dua produk sekarang, yang menyasar ke segmen bawah,” jelas Adi Pramana, sambil menambahkan, bahwa produk-produk semacam asuransi mikro akan diperbanyak lagi ke depannya nantinya.
Namun, setelah dikonfirmasi tanggal 1 April 2015 lalu, melalui keterangan dari Presiden Direktur

Industri asuransi syariah di tanah air dalam beberapa tahun terakhir ini stagnan saja perkembangannya.
Senasib dengan perbankan syariah, industri asuransi syariah di tanah air juga masih belum mempunyai peranan yang signifikan.
Hal tersebut bisa dilihat dari market share total kontribusi asuransi syariah di akhir Desember tahun 2014 lalu, yang masih stagnan pada angka 5,25%, dibandingkan dengan total industri asuransi di Indonesia. Dari sisi total aset, asuransi syariah juga di akhir Desember 2014 hanya mengkomposisi sebesar 4,83%, jika dibandingkan dengan total aset industri asuransi keseluruhan adalah sebesar 4,83%. Sementara dari perbandingan angka investasi, sampai akhir Desember 2014 tercatat investasi di industri asuransi syariah, jika dibandingkan dengan total angka investasi di industri asuransi keseluruhan, hanya mengkomposisi sebesar 5,44% saja.
Kesimpulannya bahwa industri asuransi syariah di Indonesia masih jauh panggang daripada api, untuk bisa dibilang sudah maju dan berkembang.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia – Adi Pramana menyatakan, telah banyak langkah dan upaya yang ditempuh oleh para pelaku di industri syariah di tanah air guna memajukan industri ini. Namun demikian, Adi lalu menegaskan, bahwa semua upaya yang dilakukan, apabila masih belum adanya dukungan komitmen yang cukup kuat dari pemerintah guna mengangkat industri ini  ke taraf yang lebih maju, maka industri ini masih akan sulit untuk berkembang.
“Memang kalau mau bergerak pesat seperti di negara lain, maka industri syariah ini harus diberikan insentif yang luar biasa oleh pemerintah.  Seperti yang dilakukan oleh pemerintah di beberapa negara,” demikian tegas Adi Pramana saat diwawancara MySharing dalam sebuah acara di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut Adi Pramana, guna meningkatkan masyarakat di tanah air untuk berasuransi syariah, maka Pemerintah seharusnya bisa memberikan insentif yang besar kepada pelaku industri asuransi syariah ini, baik dari sisi pajak dan dari sisi segala macam yang lain.
“Jadi artinya bukan kita yang meminta insentif. Tapi kalau Pemerintah dari awalnya memang berencana ingin menaikkan industri keuangan syariah sampai dengan 20% proporsinya, maka memang modalnya harus seperti itu, perlu komitmen yang kuat dukungan dari Pemerintah,” jelas Adi Pramana lagi.
Apa yang diungkapkan Ketua AASI – Adi Pramana, sama dengan apa yang disampaikan pakar asuransi syariah – Dr. Jafril Khalil kepada MySharing beberapa waktu yang lalu. Menurut Jafril, sebagai industri yang baru, seharusnya pemerintah memberikan insentif yang memadai terhadap industri asuransi syariah ini, agar industri ini mampu berkompetisi dengan pemain-pemain di industri ini yang sudah lama (mapan).
“Seandainya pemerintah tidak memberikan perhatian khusus terhadap industri asuransi syariah, maka industri syariah ini akan terus ditinggalkan oleh perusahaan asuransi konvensional,” demikian tegas Jafril Khalil.
Namun demikian, menurut Jafril, selain dukungan insentif yang kuat dari pemerintah, kalau industri asuransi syariah ini ingin maju, maka para stake holders terkait di industri ini harus terus berbenah, dan memperkuat kompetensi diri mereka masing-masing.
“Walau bagaimanapun, kita mesti optimis untuk ke depan bahwa industri asuransi syariah bisa memainkan peranan yang lebih baik dan bisa mengejar ketertinggalannya, seandainya masing-masing stakeholders mau mengevaluasi diri, dan mau memperbaiki setiap kelemahan yang terjadi di masa lalu. Dengan Undang-Undang Asuransi yang baru, yang sudah mengakomodir keberadaan asuransi syariah secara lebih lengkap, diharapkan industri asuransi syariah akan semakin berkembang dengan lebih baik di Indonesia,” demikian tutup Jafril Khalil.