ASURANSI KONVENSIONAL
Karakteristik Asuransi konvensional
Ada beberapa ciri yang dimiliki asuransi konvensional, diantaranya adalah:
- Akad asurab si konvensianal adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua balah pihak, pihak penanggung dengan pihak tertanggung. Kedua kewajiban ini adalah mewajibkan tertanggung menbayar primi-premi asuransi dan kewajiban penanggung membayar uang asuransi jika terjadi perietiwa yang diasuransikan.
- Akad asuransi ini adalah akad mu’awadhah, sebuah akad yang didalamnya kedua orang yang berakad bisa mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya.
- Akad asuransi ini disebut akad gharar karena masing-masing dari kedua belah pihak penanggung dan tertanggung pada eaktu melangsungkan akad tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil.
- Akad asuransi ini adalah akad idz’an (penundukan) pihak yang kuat adalah perusahan asuransi karena dialah yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki tertanggung,
ASURANSI DALAM ISLAM
Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum
Islam Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakat di Indonesia dan
diperkirakan ummat Islam sudah banyak terlibat di dalamnya, maka permasalahan
tersebut perlu juga ditinjau dari sudut pandang agama Islam.
Karakteristik asuransi syari’ah Asuransi
syariah memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah Sbb:
- Akad bersifat tabarru’ artinya sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Jika tidak tabarru’, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah kentungan hasil mudhorobah bukan riba.
- Akad asuransi ini bukanlah akad mulzim (atau perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangannya bukan bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama’ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).
- Dalam asuransi syari’ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena keputusan-keputusab dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam asuransi takaful.
- Akad asuransi syari’ah bersih dari gharar juga riba.
- Asuransi syariah berprinsip kekeluargaan.
PENDAPAT PARA AHLI
1. Pendapat ini dikemukakan oleh
Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil
al-Muth‘i (mufti Mesir”). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:
- Asuransi sama dengan judi
- Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
- Asuransi mengandung unsur riba/renten.
- Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi.
- Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
- Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
- Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.
2.
Pandangan yang
menyatakan bahwa asuransi hukumnya halal atau diperbolehkan dalam Islam.
Pandangan kedua ini dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf, Mustafa Amal Zarqa (
Guru Besar Hukum Islam pada Fakultas Syariah, Universitas Syiria), Muhammad
Yusuf Musa (Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Kairo Mesir) Muhammad
Nejatullah Siddiqi, dan Abdurrahman Isa. Adapun beberapa alasan mereka antara
lain:
o
tidak ada nash al-Qur’an dan sunnah yang secara jelas dan
tegas melarang kegiatan asuransi
o
ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak baik
penanggung maupun tertanggung.
o
Saling menguntungkan kedua belah pihak.
o
Asuransi dapat berguna bagi kepentingan umum, sebab premi
yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan
pembangunan. Atau dengan kata lain kemaslahatan dari usaha asuransi lebih besar
daripada mhudharatnya.
o
Asuransi dikelola berdasar akad (mudharobah) bagi hasil.
o
Asuransi termasuk kategori koperasi.
o
Asuransi dianalogikan (diqiyaskan) dengan dana pensiun
seperti Taspen.
- Pandangan yang menyatakan bahwa asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan.
a. Prof.
Dr. Muhammad Yusuf Musa (Guru
Besar Universitas Kairo).
Yusuf Musa menyatakan bahwa asuransi bagaimanapun bentuknya merupakan koperasi yang menguntungkan masyarakat. Asuransi jiwa menguntungkan nasabah sebagaimana halnya menguntungkan perusahaan yang mengelola asuransi. Ia mengemukakan pandangan bahwa sepanjang dilakukan bersih dari riba, maka asuransi hukumnya boleh. Dengan pengertian, apabila nasabah masih hidup menurut jangka waktu yang ditentukan dalam polis, maka dia meminta pembayaran kembali, hanya sebesar premi yang pernah dibayarkan, tanpa ada tambahan. Tetapi manakala sang nasabah meninggal sebelum batas akhir penyetoran premi, maka ahli warisnya berhak menerima nilai asuransi, sesuai yang tercantum dalam polis, dan ini halal menurut ukuran syara’.
Yusuf Musa menyatakan bahwa asuransi bagaimanapun bentuknya merupakan koperasi yang menguntungkan masyarakat. Asuransi jiwa menguntungkan nasabah sebagaimana halnya menguntungkan perusahaan yang mengelola asuransi. Ia mengemukakan pandangan bahwa sepanjang dilakukan bersih dari riba, maka asuransi hukumnya boleh. Dengan pengertian, apabila nasabah masih hidup menurut jangka waktu yang ditentukan dalam polis, maka dia meminta pembayaran kembali, hanya sebesar premi yang pernah dibayarkan, tanpa ada tambahan. Tetapi manakala sang nasabah meninggal sebelum batas akhir penyetoran premi, maka ahli warisnya berhak menerima nilai asuransi, sesuai yang tercantum dalam polis, dan ini halal menurut ukuran syara’.
b. Wakil Rektor Universitas Al-Azhar Mesir.
Dalam kitabnya Nidlomut Ta’min fi Hadighi Akkamil Islam wa Dlarurotil Mujtamil Mu’ashir, ia berpendapat bahwa asuransi itu hukumnya halal karena beberapa sebab.
Dalam kitabnya Nidlomut Ta’min fi Hadighi Akkamil Islam wa Dlarurotil Mujtamil Mu’ashir, ia berpendapat bahwa asuransi itu hukumnya halal karena beberapa sebab.
1. Asuransi merupakan suatu usaha
yang bersifat tolong-menolong.
2. Asuransi mirip dengan akad mudharabah dan untuk mengembangkan harta benda.
3. Asuransi tidak mengandung unsur riba.
4. Asuransi tidak mengandung tipu daya.
5. Asuransi tidak mengurangi tawakal kepada Allah swt.
6. Asuransi suatu usaha untuk menjamin anggotanya yang jatuh melarat karena suatu musibah.
7. Asuransi memperluas lapangan kerja baru.
2. Asuransi mirip dengan akad mudharabah dan untuk mengembangkan harta benda.
3. Asuransi tidak mengandung unsur riba.
4. Asuransi tidak mengandung tipu daya.
5. Asuransi tidak mengurangi tawakal kepada Allah swt.
6. Asuransi suatu usaha untuk menjamin anggotanya yang jatuh melarat karena suatu musibah.
7. Asuransi memperluas lapangan kerja baru.
- Pandangan yang menyatakan bahwa asuransi adalah subhat karena alasannya adalah karena tidak ada dalil yang menyatakan secara tegas bahwa asuransi adalah haram begitu pula juga tidak ada dalil yang membolehkan asuransi. Demikian maka, dalam Islam apabila berhadapan dengan hukum yang sifatnya subhat adalah lebih baik ditinggalkan.
5. Pendapat Ormas Islam Tentang
Asuransi
Nahdhatul Ulama memutuskan bahwa asuransi jiwa hukumnya
haram kecuali memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Asuransi tersebut harus mengandung
tabungan (saving).
2. Peserta yang ikut program asuransi
harus berniat menabung.
3. Pihak perusahaan asuransi
menginvestasikan dana peserta dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat
Islam ( bebas dari gharar, maisir dan riba)
4. Apabila peserta mengundurkan diri
sebelum jatuh tempo dana yang telah dibayarkan kepada pihak asuransi tidak
hangus.
Jika suatu ketika pihak tertanggung
terpaksa tidak dapat membayar uang premi maka:
1. Uang premi tersebut menjadi utang
yang dapat diangsur oleh pihak tertanggung.
2. Hubungan antara pihak tertanggung dan
pihak penanggung tidak terputus
3. Uang tabungan milik tertanggung
tidak hangus.
4. Apabila sebelum jatuh tempo
tertanggung meninggal dunia, ahli warisnya berhak mengambil sejumlah uang
simpananya.
Untuk asuransi kerugian hal itu
diperbolehkan hanya dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Apabila asuransi kerugian tersebut
merupakan persyaratan bagi objek-objek yang menjadi agunan bank.
2. Apabila asuransi kerugian tersebut
tidak dapat dihindari karena terkait dengan ketentuan-ketentuan pemerintah,
seperti asuransi untuk barang-barang ekspor dan impor.
Lain halnya dengan asuransi social
NU memperbolehkannya dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Asuransi social tidak termasuk akad
muawadhah, tetapi akad syirkah ta’awwunyah.
2. Diselenggarakan oleh pemerintah
sehingga kalau ada kerugian ditanggung oleh pemerintah dan jika ada keuntungan,
dikembalikan untuk kepentingan masyarakat.
Tidak jauh berbeda dengan NU pada
Muktamar Tarjir Muhammadiyah di Malang tahun 1989, Muhammadiyah memutuskan mengharamkan
asuransi karena mengandung unsure gharar, maisir dan riba, kecuali yang
diselenggarakan oleh pemerintah seperti Taspen, Astek, Jasa
Raharja, dan Perum Asabri. Karena banyak mengandung maslahat jadi
asuransi-asuransi ini diperbolehkan. Ormas lain yang menetepkan fatwa tentang
asuransi adalah Persis atau Persatuan Islam yang didirikan oleh A. Hasan,
Bandung yaitu sebagai berikut:
1. Semua asuransi konvensional yang ada
saat ini mengandung unsure gharar, maisir dan riba.
2. Sedangkan gharar, maisir dan riba
hukumnya haram.
3. Adapun takaful dapat dijadikan
alternative dengan catatn bahwa takaful masih harus berusaha menyempurnakan apa
yang telah ada.
Pendapat ketiga organisasi masa
islam tersebut menuju pada praktik asuransi syariah (takaful) karena hanya
system asuransi syariah yang memiliki system operasional seperi yang
disyaratkan oleh keputusan organisasi kemasyarakatan islam diatas.